RUANGPOLITIK.COM – Kepemimpinan Airlangga Hartarto di Partai Golkar, mendapatkan goyangan dari internal partai, setelah mengapungnya kritikan dari Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) beberapa waktu lalu.
Namun menurut pengamat, kritikan tersebut kurang berdasarkan fakta, karena sejauh ini Airlangga berhasil menjaga Golkar tetap solid.
Peneliti Senior Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad, melihat kondisi Golkar saat ini jauh lebih baik, apalagi sebelumnya Airlangga mewarisi dua persoalan besar yang melanda partai berlambang beringin itu.
“Di bawah Airlangga, Partai Golkar relatif solid. Jangan lupa, Airlangga mewarisi masalah besar dari dua kepengurusan sebelumnya. Pertama masalah perpecahan atau dualisme kepengurusan dan kedua soal korupsi yang melibatkan ketua umumnya,” papar Saidiman kepada RuPol, Minggu (23/1/2022).
Dengan dua permasalahan yang membayangi tersebut, menurut Saidiman, Airlangga masih bisa mempertahankan posisi Golkar di papan atas pada Pemilu 2019 lalu.
“Harusnya itu prestasi ya, Golkar walaupun secara suara kalah dari Gerindra, tapi secara kursi di DPR Golkar berhasil menempatkan 85 orang wakilnya. Hanya berada di bawah PDIP yang membawa efek Jokowi,” lanjutnya.
Prestasi Airlangga itu harusnya menjadi pertimbangan bagi internal Golkar, jangan buru-buru menilai dan melakukan sesuatu yang bisa membawa perpecahan lagi di Partai Golkar.
Baca juga:
Generasi Muda Golkar Kritik Elektabilitas Airlangga Nol Koma
Golkar Gagal Mengangkat Citra Airlangga di Mata Masyarakat
Elektabilitas Airlangga
Menyikapi pernyataan GMPG tentang elektabilitas Airlangga yang masih rendah pada beberapa survey, menurut Saidiman itu sesuatu yang biasa, karena memang elektabilitas para ketua umum partai rata-rata masih rendah.
“Kalau dibanding dengan Prabowo, Ganjar dan Anies, memang kurang kompetitif. Tapi kecenderungan para ketua umum partai politik memang rendah. Hanya Prabowo yang cukup tinggi,” ujarnya.
Namun walaupun elektabilitasnya masih rendah, peluang Airlangga untuk ikut dalam pertarungan di Pilpres 2024 masih cukup besar, karena yang berhak mengajukan calon itu partai politik.
“Airlangga memimpin partai besar, sudah jelas peluangnya lebih besar. Dan waktu masih cukup panjang. Banyak kesempatan bagi Airlangga atau Golkar untuk menaikkan elektabilitasnya. Nanti baru diputuskan, apakah mau capres atau cawapres,” lanjutnya.
Manager Program SMRC itu melihat kritikan yang diberikan oleh GMPG itu sekedar masukan, agar ke depan pola sosialisasi maupun konsolidasi bisa berubah untuk mendapatkan hasil maksimal.
“Airlangga atau para petinggi Golkar tidak perlu menanggapi serius kritikan itu, anggap saja masukan. Mungkin saja memang pola atau strategi yang dilakukan selama ini kurang tepat. Ke depan Golkar harus membuat strategi yang lebih pas dengan kondisi hari ini. Mungkin dengan lebih banyak melibatkan kader-kader sampai tingkat terbawah,” pungkasnya.
Sebelumnya Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) menilai strategi Airlangga dalam menaikkan elektabilitasnya gagal total, walau sudah mengeluarkan modal yang besar dengan memasang baliho di seluruh Indonesia.
“Sekalipun sempat viral, tapi itu bukan menaikkan elektabilitas, malah menjadi bahan ejekan netizen di media sosial, pemasangan billboard dan videotron tersebut tetap berlanjut,” ujar inisiator GMPG, Sirajuddin Abdul Wahab kepada wartawan, Kamis (20/1/2022) lalu. (ASY)
Editor: Asiyah Lestari
(RuPol)