RUANGPOLITIK.COM – Wakil Ketua Komisi VII DPR Bambang Haryadi menjelaskan, konteks dari ucapan ‘jangan maling teriak maling’. Dia mengungkit semangat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menguatkan industri baja dalam negeri tapi tidak mendapat dukungan.
Pernyataan ‘jangan maling teriak maling’ menjadi awal pengusiran Dirut Krakatau Steel Silmy Karim oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR Bambang Haryadi. Bambang menjelaskan maksud ‘maling teriak maling’ itu.
“Itu maknanya sebuah kesesuaian antara yang disampaikan dan fakta. Kita ingin ada keselarasan dengan semangat yang kita ingin bangun ke depan. Ini terkesan hanya pura-pura,” tutur Bambang kepada awak media, Selasa (15/2/2022).
Baca Juga:
Dianggap Nantang, Dirut Krakatau Steel Diusir DPR
Komisi II DPR: Kami Serius Seleksi Calon Anggota KPU-Bawaslu
Bambang menngungkapkan, bahwa pihaknya ingin mendukung dan merealisasikan komitmen Presiden Jokowi, guna menguatkan industri baja dalam negeri, karena Presiden tahu Indonesia memiliki bahan baku besi dan baja yang sangat berlimpah. Tapi ini tidak didukung peningkatan dunia industri di baja itu sendiri
“Ini terbalik, malah terjadi peningkatan yang luar biasa impor baja dari luar negeri beberapa bulan terakhir,” imbuhnya.
Bambang mengungkit kembali pernyataannya soal fasilitas pabrik besi baja atau blast furnace Krakatau Steel. Bahkan, Ia menyebut Indonesia baru memiliki satu blast furnace yang belum sesuai kebutuhan untuk penguatan industri baja namun berdasarkan keterangan Dirut Krakatau Steel, sudah disetop.
“Penghentian blast furnace milik milik Krakatau Steel itu tidak sejalan dengan tujuan kita untuk menguatkan industri baja dalam negeri. Bahkan Dirjen Ilmate mengatakan kita butuh lima blast furnace untuk mengurangi impor. Kita baru punya satu dan baru beroperasi 2019 sudah langsung disetop sekarang. Ini kan tidak nyambung dengan semangat Presiden untuk penguatan industri baja dalam negeri,” jelas Bambang.
Bambang juga tidak setuju dalih ‘tidak efisien’ hingga ‘mahal’ menjadi alasan penghentian blast furnace dan seharusnya ada solusi. Dia memberi contoh pembangunan jalan tol hingga bandara baru di daerah-daerah.
“Saya kasih contoh, Bapak Presiden kita telah membangun infrastruktur di daerah dengan membangun jalan tol. Itu kalau hanya kita melihat dari sudut bisnis jangka pendek udah pasti rugi, tapi beliau berpikir untuk jangka panjang, untuk pemerataan ekonomi, kemudahan masyarakat bertransportasi, mengakses daerah satu dan lain. Kenapa itu Jasa Marga tidak mengeluh?” jelasnya.
“Contoh lagi bikin bandara di daerah-daerah, tidak serta-merta langsung ramai penumpangnya. Harus pelan-pelan. Kenapa itu Angkasa Pura tidak mengeluh?” pungkas Bambang. (AP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)