RUANGPOLITIK.COM-Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, mempertanyakan pernyataan Luhut Binsar Panjaitan perihal penundaan pemilu 2024 untuk tak diulang-ulang bagai lagu lama yang sumbang.
Sindiran Kamhar menyasar Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dalam kanal Youtube Deddy Corbuzier yang mengklaim memiliki big data 110 Juta pemilih partai koalisi menginginkan penundaan Pemilu 2024.
“Jauh lebih banyak yang menolak wacana penundaan pemilu. Jadi, sebaiknya Pak LBP tak usah mengulang-ulang, menyanyikan lagu lama yang sumbang,” kata Kamhar kepada wartawan, Sabtu (12/3/2022)
Kamhar meradang, pasalnya apa yang disampaikan LBP juga disuarakan oleh Muhaimin Isknadar beberapa waktu lalu. Menurutnya, banyak praktisi dan analisis politik menunjukan hasilnya sangat bertentangan dengan apa yang disampaikan LBP dan Cak Imin.
“Argumentasi big data yang disampaikan LBP ini juga pernah dipresentasikan Cak Imin yang kemudian direspons kritik oleh praktisi media sosial dari Drone Emprit yang mempertanyakan kebenaran analisis big data tersebut, apalagi jika diperhadapkan dengan data di lapangan yang terekam oleh sejumlah survei nasional,” kata Kamhar kepada wartawan, Sabtu (12/3/2022).
Kamhar tak ragu mengatakan sebaiknya Luhut menghentikan wacana perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan pemilu. Demokrat juga meminta Luhut untuk tidak menjerumuskan Presiden Jokowi dengan cara-cara inkonstitusional.
Ada baiknya berkaca dari presiden sebelumnya SBY, meski tingkat kepuasan publik tinggi di periode kedua, namun dengan tegas SBY menolaknya pada masa itu.
“Ada baiknya belajar dari Pak SBY yang bisa secara tegas menolak wacana perpanjangan periodesasi jabatan presiden dikala survei kepuasan publik mencapai 74 persen di periode kedua pemerintahannya,” terangnya.
Kamhar kembali mengingatkan pikiran-pikiran nakal yang mendorong amandemen konstitusi, penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden atau periodesasi presiden adalah inkonstitusional. Presiden Jokowi harus bersikap membebaskan diri mengakhiri periode kedua kepemimpinannya dengan elegan.
“Ini yang berbahaya, karena sejatinya yang dilayani adalah syahwat kekuasaan bukan aspirasi rakyat,” ujarnya.
Kamhar tak ragu menunjuk hidung bahwa polemik wacana penundaan pemilu berasal dari orang dekat istana, termasuk didalamnya anggota kabinet.
“Menjadi wajar jika kemudian publik berpikiran bahwa argumentasi yang dipresentasikan Cak Imin terkait big data sebagai justifikasi penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden sebenarnya adalah titipin Opung,” ungkapnya.
Pantauan RuPol, Luhut menyebut memilki big data aspirasi masyarakat di media sosial terkait pemilu 2024. Mantan Danjen Kopassus ini menjadi bintang tamu membahas persoalan yang sedang menjadi perhatian publik.
“Karena begini, kita kan punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam-macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 110 jutalah,” kata Luhut di kanal youtube Deddy Corbuzier yang sudah dipublikasikan, Jumat (11/3/2022)
Luhut menjelaskan masyarakat kelas menengah ke bawah ingin kondisi sosial politik yang tenang serta menginginkan kondisi ekonomi stabil, ditingkatkan.
“Kalau menengah ke bawah ini, itu pokoknya pengin tenang, ingin bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin. Kemarin kita kan sakit gigi dengan kampret-lah, cebong-lah, kadrun-lah, itu kan menimbulkan tidak bagus. Masa terus-terusan begitu,” ujarnya.
Berita Terkait:
Pengamat: Koalisi Nasdem dan Golkar Sulit Terwujud di Pilpres 2024
Ketum Nasdem Sebut Tidak Ada Alasan Untuk Presiden Lakukan Reshuffle Kabinet
NasDem Tepis Pertemuan Dengan Ketum Golkar Bahas Soal Penundaan Pemilu 2024
Hanura Tantang Cak Imin Ungkap Big Data
Tak hanya itu, publik keberatan mengkritisi dana pemilu 2024 mencapai Rp 100 triliun.
“Sekarang lagi gini-gini, katanya, kita coba tangkap dari publik ya itu bilang kita mau habisin Rp 100 triliun lebih untuk milih, ini keadaan begini, ngapain sih, ya untuk pemilihan presiden dengan pilkada, kan serentak, ya itu yang rakyat ngomong,” tambahnya.
Oleh karena itu, Luhut menyadari ketidaksetujuan pemilu ditunda yang disuarakan beberapa kelompok adalah hal yang biasa dalam demokrasi. Demikian pula yang menolaknya, Luhut berusaha menangkap suara publik ini.
“Itu bagian demokrasi seperti hastag-nya, #turunkanjokowi ya sudah, terus Jokowi perpanjang, ya sudah, tapi kalo suara ini membesar, ya silahkan mau ditanggapi atau tidak, kan tergantung perwakilan rakyat (DPR) juga,” tandasnya. (Tyo)
Editor: Setiono