RUANGPOLITIK.COM — Alur politik antara Presiden Jokowi dan Ketua Umum Surya Paloh sudah tak lagi hangat seperti dulu. Dua sahabat dekat ini sudah tak satu nakhoda lagi dalam pergerakan politik.
Hal itu diakui Ray Rangkuti, pengamat politik dan aktivis saat dhubungi RuPol, Sabtu (12/11).
“Kebutuhan politiknya ke depan juga berbeda. Pak Jokowi butuh ketenangan politik, sementara Nasdem butuh riuh rendah politik,” ungkap Ray.
Ia melihat saat acara safari politik Anies Baswedan ke Medan, Sumatera Utara beberapa pekan lalu.
“Lihat saja di Medan, Nasdem telah sosialisasikan Anies secara meriah. Dan akan begitu terus. Jadi, pilihannya memang dua. Mundur atau dimundurkan,” jelasnya.
Meski harus diakui Ray, ada tarik ulur antara hubungan Surya Paloh dengan Jokowi. Termasuk tetap komitnya NasDem sebagai partai penyokong Jokowi di pemerintahan.
“Tentu saja Nasdem akan berupaya keras agar tetap berada di dalam kabinet sampai akhi. Tujuannya agar tidak terlihat beroposisi keras dengan pemerintah yang sekarang. Mengapa? Karena Nasdem tetap membutuhkan para kadernya berkiprah di pemerintahan, terutama dengan jatah 3 kursi menteri kini di kabinet,” tegas Ray Rangkuti.
Memperlihatkan posisi NasDem yang berbeda jauh dari pemerintah akan dapat menyulitkan posisi elektoral NasDem. Nasdem mungkin akan menerima sedikit kelimpahan elektabilitas karena mendukung Anies sebagai capres.
Tapi saat yang sama, akan bisa membuat pemilih moderat NasDem akan beralih jika wajah NasDem terlihat oposisional dengan pak Jokowi. Sementara pemilih Anies terlihat lebih memilih PKS atau Demokrat dibandingkan dengan NasDem.
Suasana sekarang menurut Ray, NasDem lebih membutuhkan tetap berada di kabinet dari pada pak Jokowi terhadap Nasdem.
“Saya melihat, setidaknya Pebruari 2023 anggota kabinat dari Nasdem akan diganti. Tetapi tidak semua. Dua dari tiga anggota kursi yang mereka miliki,” sebutnya.
Yakni menteri pertanian dan menteri komunikasi dan informasi. Sementara posisi menKLHK nampaknya akan dipertahankan. Ibu Siti Nurbaya cukup sukses megawal KLHK.
“Tapi situasi ini tidak akan bertahan lama. Paling jauh sampai Februari 2023. Sebab, dasar pilihannya memang sudah beda,” pungkasnya. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati