RUANGPOLITIK.COM – Kesolidan Koalisi Perubahan yang dibangun oleh Partai NasDem, Demokrat dan PKS mulai mendapat keraguan, karena tidak kunjung melaksanakan deklarasi bersama pencapresan Anies Baswedan.
Ketiga partai tersebut sudah menyatakan calon presiden mereka Anies Baswedan, namun pernyataan itu terkesan hanya untuk mengejar suara pemilih dari kalangan oposisi pemerintah, bukan benar-benar untuk mengusung capres.
Pengamat Politik Dr Sholeh Basyari melihat ada keraguan dari partai-partai tersebut, terutama tentang status Anies Baswedan di kasus Formula E.
“Sebenarnya ini sangat sederhana ketika NasDem, Demokrat dan PKS sudah sepakat untuk Anies. Tentukan jadwal dan deklarasi bersama, sesederhana itu. Sisanya tinggal berkampanye secara masif. Tapi kenyataannya, malah masing-masing partai berkomunikasi lagi dengan partai lain,” ujarnya ketika berbincang dengan RuPol di Kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (14/02/2023).
Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS) itu, merasakan keraguan ketiga partai semakin terlihat sejak adanya pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Ketum NasDem Surya Paloh beberapa waktu lalu.
“Setelah pertemuan ‘sakral’ itu, peta politik jelas berubah. NasDem tiba-tiba membangun komunikasi dengan Golkar, Golkar juga bertemu PKB. Begitu juga PKS, langsung bertemu Golkar. Saya melihat ada pesan penting dari Jokowi ke SP (Surya Paloh) dan pastinya ini terkait Anies,” terang Sholeh.
Lanjut Sholeh, pesan penting dari Jokowi itu bisa jadi soal perkembangan kasus Formula E, yang menyeret nama Anies Baswedan. Karena sebagai bagian dari koalisi pemerintah, Jokowi pasti memberikan perhatian terhadap NasDem.
“Kalau ‘feeling’ saya, Jokowi mengingatkan tentang Formula E. Karena tentunya Jokowi tidak ingin NasDem terjebak, apalagi hubungannya dengan SP sangat dekat. Jokowi merasa berkewajiban menyelamatkan partai pendukungnya itu,” terang Cendekiawan Nahdlatul Ulama (NU) itu.
Sinyal itu juga tertangkap oleh Demokrat dan PKS, namun mereka tidak ingin melepaskan kesempatan untuk mendapatkan dampak elektoral suara dari kalangan oposisi. Kedua partai itu buru-buru untuk mendeklarasikan Anies, namun terkesan tanpa koordinasi.
“Itulah lucunya, Demokrat dan PKS terlihat terburu-buru bahkan ada yang deklarasi di bandara. Masak deklarasi capres hanya di bandara, kan seperti tidak serius. Suara oposisi itu ada sekitar 35-40 persen, itulah sasaran mereka. Jadi tidak benar-benar untuk mencapreskan Pak Anies. Saya lihatnya seperti itu,” sambung Sholeh.
Dengan menyatakan dukungan ke Anies secepatnya, baik NasDem, Demokrat maupun PKS berharap menjadi pilihan bagi suara kalangan oposisi oada pemilu nanti.
“Saat ini Pak Anies kan menjadi simbol dari oposisi, maka suara itulah yang diperebutkan. Jika suara itu sampai 40 persen dibagi 3 partai saja. Sangat besarlah, dibanding dengan suara pendukung pemerintah yang diperebutkan banyak partai. Jadi bagi NasDem, Demokrat dan PKS jelas itu peluang untuk menjadi partai besar,” pungkasnya. (ASY)
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)