RUANGPOLITIK.COM — Konsolidasi pemantapan untuk mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden dari Koalisi Perubahan terus digesa. Termasuk membangun komunikasi politik diantara elit parpol yang terdiri dari tiga partai yakni NasDem, PKS dan Demokrat.
Hari ini Anies Baswedan mengunjungi kantor DPP Demokrat yang disambut oleh Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Kamis (2/3/2023). Bahkan kedatangan Anies disambut dengan teriakan Anies-AHY Pasti Menang oleh kader dan petinggi Demokrat.
Namun, saat Anies sedang melakukan konsolidasi intensif dengan parpol koalisi, PKS justru melakukan manuver dengan mengusung kembali duet Anies-Sandi di pilpres 2024 mendatang. Seperti hal yang pernah terjadi kemenangan Anies-Sandi di Pilkada DKI Jakarta.
Apa skenario yang sedang dipersiapkan PKS? Padahal Sandiaga Uno bukan kader PKS, melainkan kader partai Gerindra yang jelas mengusung Prabowo Subianto sebagai capres.
Menurut pengamat politik Efriza dari Citra Institute saat dihubungi RuPol, Kamis (2/3/2023) mengatakan ini ada kaitannya dengan elektabilitas yang saling diperebutkan untuk Pemilu 2024.
“Hasil Pileg 2019 lalu, Nasdem urutan kelima, disusul dibawahnya PKS dan Demokrat. Tentu saja, jika Demokrat yang menjadi cawapres maka memungkinkan akan terjadi pergeseran elektabilitas, juga memungkinkan pergeseran peringkat di Pemilu 2024. Ini yang diantisipasi oleh PKS, jangan sampai koalisi perubahan seolah memberikan karpet merah kepada Demokrat,” terang Efriza.
Dosen ini juga menilai, pertemuan Anies dan AHY adalah langkah baik. Anies semestinya memang wajib berkunjung rutin selain menemui masyarakat juga dengan mengunjungi pimpinan antar partai itu, kecuali jika Sekber sudah terbentuk. Pertemuan ini juga akan mengemuka banyak hal dibicarakan, mengenai kondisi negara, misalnya.
“PKS mengajukan Sandiaga Uno, karena ingin memecah soliditas Gerindra, menyusutkan elektabilitas dari Prabowo, serta merebut suara dari pemilih Gerindra. Hanya saja langkah ini sekadar “asal ajukan”, latah, ikut-ikutan dengan trend seperti PPP, padahal sudah jelas hal itu sesuatu yang tak mungkin karena Sandiaga Uno tak mau mengkhianati Prabowo, apalagi keluar dari Gerindra,” sindirnya lagi.
Sementara itu, Efriza melihat tak ada hal menarik mengingat PKS ingin mengulang pola yang sama.
“Paket Anies-Sandi adalah pilihan menjenuhkan bagi pemilih. Tak ada antusias masyarakat terhadap paket ulangan. Juga disinyalir PKS ingin modal logistik lagi dari Sandiaga Uno seperti di Pilkada dan Pemilu 2019 kemarin,” ungkapnya lagi.
Upaya PKS untuk tak memberi ruang bagi Demokrat disinyalir juga tak ingin mengambil resiko. Mengingat eks Ketum Demokrat Anas Urbaningrum akan segera bebas dari penjara dalam waktu dekat. Bahkan Anas dianggap akan buka kartu atas tahanan politik yang ia jalani selama mendekam di penjara.
“Tentu saja Anies akan berbicara dengan AHY banyak hal seperti kondisi negara. Termasuk dengan Anas Urbaningrum, memungkinkan Anies yang akan meredakan perselisihan tersebut, karena hubungan dekat antara Anies dan Anas Urbaningrum,” jelas Efriza.
Ia juga melihat dari situasi perkembangan politik amat terkait dan memengaruhi.
“Saat ini Koalisi Perubahan amat khawatir jika Anas Urbaningrum membuka banyak hal terkait Demokrat. Sebab akan membuat konsentrasi Demokrat terpecah, masyarakat juga bisa saja berbalik arah membatalkan dukungan kepada Anies jika masih didukung oleh Demokrat. Namun ini semua dapat terjadi dari dua hal terkait seberapa besar ‘ledakan’ dari Anas Urbaningrum akan berbicara, sisi lain dan seberapa lihainya Anies membujuk Anas Urbaningrum agar menurunkan tensi kejengkelannya terhadap Demokrat dan SBY,” ungkapnya.
Koalisi ini akan tetap berjalan. Pilihannya hanya ada dua, AHY dan nonpartai. Semua diserahkan kepada Anies tetapi diyakini ketiganya akan melakukan upaya menekan Anies agar kepentingan mereka terpenuhi, tinggal bagaimana bargaining position Anies terhadap ketiga partai ini.
“Yang amat merecoki saat ini adalah PKS, karena ia butuh menaikkan elektabilitas, dengan menunjukkan amat berperan, berpengaruh, dan juga ingin unjuk tampil di publik, sekadar kepentingan elektabilitas,” kritik Efriza.
Jadi di antara Nasdem dan Demokrat amat memungkinkan bersama mengusung Anies-AHY, tetapi PKS, menyadari duet Anies-AHY akan meredakan isu identitas, sebab SBY dan AHY sebagai mantan militer amat menjunjung persatuan juga Nasdem sebagai Citra partai nasionalis.
“Dampaknya yang dikhawatirkan oleh PKS adalah malah PKS yang bisa saja akan terlempar peringkatnya, karena partai ini masih terbawa romantisme menang Pilkada 2017 lalu yang dianggap akan sama layaknya untuk Pilpres 2024, di sana mereka merasa superior, padahal ini yang membuat Anies terlabeli isu identitas,” pungkasnya. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)