RUANGPOLITIK.COM— Tindakan yang menodai dunia pendidikan ini, ternyata tak hanya sekali saja terjadi bahkan sudah berulang. Beberapa diantaranya ada yang memutuskan keluar dari sekolah dan ada juga anak yang mendapat trauma.
Salah satu korban santri bernama N. Habibi Annaufal Fahmi (14 tahun) oleh rekannya berinitial Y (14 tahun) di asrama pondok pesantren (ponpes) Insan Cendekia Boarding School (ICBS) di Jorong Lubuak Limpati, Nagari Tarantang, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota yang dilaporkan orang tua korban ke Polres 50 Kota.
Menyikapi hal ini, Ketua DPRD Limapuluh Kota, Sumatera Barat Deni Asra saat dihubungi RuPol, Jumat (3/3/2023) mengatakan bahwa tidak dibenarkan terjadi kekerasan di sekolah.
“Tidak boleh ada kekerasan fisik di lingkungan sekolah. Sekolah /yayasan pendidikan adalah tempat belajar bagi anak anak kita, belajar yang baik baik. Kita berharap pihak yayasan juga tegas dan berkomitmen dari kejadian ini,” kritiknya.
Bahkan langkah mediasi yang lakukan oleh pihak sekolah dengan menggunakan tokoh setempat agar persoalan menjadi damai, dinilai tak menghilangkan substansi masalah. Meskipun orangtua korban sudah mencabut laporan di kepolisian. Namun hal ini membuktikan bahwa perilaku kekerasan terhadap anak sudah terjadi.
“Mediasi adalah langkah untuk musyawarah. Tetapi kita mendesak pihak sekolah secara terbuka, menyampaikan ke publik tentang sikap dan tanggung jawab sekolah terhadap kasus ini dan juga komitmen ke depannya,” sentilnya.
Untuk itu, Ketua DPRD Limapuluh Kota secara tegas menuntut ada empat poin penting yang harus diperhatikan oleh pihak sekolah ICBS.
Pertama, pihak sekolah harus minta maaf ke publik atas kejadian tsb.
Kedua, bertanggung jawab penuh kepada keamanan dan kenyamanan anak anak disana karena biayanya cukup mahal.
Ketiga, harus ada teguran keras dari pihak yang berkompeten sebagai pengawasnya. Tidak ada lagi kekerasan di masa yang akan datang, ini bisa juga mencoreng nama baik daerah.
Keempat, pemda harus ikut serta dalam memberikan teguran keras ke pihak sekolah karena lokasi berada di wilayah 50 kota.
“Andai pihak orang tua ada yang merasa tidak terima, kita punya jalur untuk memproses itu semua,” tegasnya.
Menurut orangtua korban yakni Zulfahmi, sampai saat ini anaknya N. Habibi Annaufal Fahmi yang mengalami tindak kekerasan dengan cara dikurung dan dipukul oleh teman sesama santrinya masih dirawat di Bangkinang. Dari pengakuan anaknya, sering dibully, baik oleh sesama temannya maupun oleh senior atau badan eksekutif santri.
“Dengan terbongkarnya perlakuan terhadap anak saya tentu saya tidak senang hati. Apalagi melihat kondisi anak saya dimana pada tubuhnya ada luka lebam biru-biru,” ungkapnya.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)