RUANGPOLITIK.COM — Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjadi sorotan publik khususnya pecinta sepak bola Indonesia. Menyusul polemik kehadiran Timnas Israel di ajang Piala Dunia U-20 di Indonesia. Ganjar sendiri menolak keikutsertaan Israel di ajang Piala Dunia U-20 sebagai wujud komitmen bersama mendukung kemerdekaan negara Palestina sesuai amanat Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno.
“Kita sudah tahu bagaimana komitmen Bung Karno terhadap Palestina, baik yang disuarakan dalam Konferensi Asia Afrika, Gerakan Non Blok maupun dalam Conference of the New Emerging Forces. Jadi ya kita ikut amanat beliau,” kata Ganjar.
Meski tak secara spesifik, alasan FIFA batal menggelar Piala Dunia U-20 di Indonesia lantaran faktor politik tanah air, dimana sejumlah kepala daerah bersikap menolak keikutsertaan Israel di ajang dua tahunan tersebut. Salah satunya yang bersikap menolak yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Tak sedikit publik yang menilai bahwa sikap Ganjar itu blunder. Namun pakar politik Universitas Gadjah Mada atau UGM Mada Sukmajati menilai justru sikap penolakan Ganjar itu bukan merupakan sebuah blunder. Melainkan hal itu menunjukkan sikap loyalnya kepada PDI Perjuangan.
“Saya kira bagi seorang Ganjar itu tidak blunder. Bagi seorang Ganjar itu justru membuktikan bahwa dia sangat loyal pada partainya,” kata Mada, Kamis (30/3/2023).
Diungkapkan Mada, saat ini yang dibutuhkan Ganjar bukan lagi terkait dengan elektabilitas. Melainkan adalah tiket pencalonan sebagai calon presiden (capres) pada Pemilu 2024 mendatang.
“Yang sekarang dibutuhkan Ganjar sekarang itu bukan soal elektabilitas tapi soal tiket pencalonan, itu dulu. Elektabilitas tinggi tapi tiket pencalonan tidak pernah didapat ya sama saja bohong,” terangnya.
“Jadi dari sisi Ganjar saya kira sudah melewati satu ujian lagi dari partai dengan berani untuk menyampaikan sikapnya seperti itu,” imbuhnya.
Terkait PDI Perjuangan sendiri, kata Mada, isu tersebut juga menjadi momentum. Dalam hal untuk menekankan kembali ideologi mereka yang nasionalisme hingga anti kolonialisme. Seperti diketahui persiapan Indonesia untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia pertama kalinya berakhir antiklimaks usai FIFA putuskan untuk membatalkan dengan alasan adanya situasi terkini di tanah air.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)