Melihat situasi politik terkini, pengamat politik Dedi Kurnia Syah dari Indonesia Political Opinion (IPO) melihat sulit bagi partai Demokrat untuk keluar dari Koalisi Perubahan
RUANGPOLITIK.COM —Pertemuan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas Bogor, Sabtu (29/4/2023) lalu cukup memantik spekulasi publik. Bagaimana tidak, Golkar dan Demokrat berada dalam koalisi yang berbeda di Pilpres 2024 ini. Akankah muncul poros baru lagi?
Menyusul retaknya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) pasca PPP dan PAN menetapkan dukungan capres kepada Ganjar Pranowo, langkah Airlangga mendekati SBY ditenggarai sebagai sinyal untuk melakukan langkah pendekatan politik yang massif. Pasalnya Airlangga juga mengincar posisi sebagai cawapres Prabowo Subianto yang terlihat dalam komunikasi politik akhir ini. Terutama sejak bergulirnya Koalisi Besar yang belum terbentuk.
Melihat situasi politik terkini, pengamat politik Dedi Kurnia Syah dari Indonesia Political Opinion (IPO) melihat sulit bagi partai Demokrat untuk keluar dari Koalisi Perubahan.
“Demokrat sejauh ini terkondisikan berada di Koalisi Perubahan, selain potensial mendapat porsi Cawapres, juga iklim koalisi yang dirasa sesuai dengan peta jalan politik Demokrat. Untuk itu akan sulit bagi Demokrat jika keluar dari Perubahan, kecuali sebaliknya yakni Golkar yang bergabung dengan Perubahan,” jelas Dedi, Jumat (5/5/2023).
Pertemuan SBY dan Airlangga yang digelar tertutup tersebut dinilai Dedi masih dinamis secara kalkulasi politik. Selama Golkar belum deklarasi dukungan kepada capres manapun.
“Pertemuan antar partai masih dinamis, sepanjang sama-sama belum tentukan sikap pengusungan, dan itu yang sedang dialami Golkar, mereka leluasa bangun jaringan saat ini,” terangnya.
Untuk Demokrat sendiri, Dedi melihat sulit menarik diri dari Koalisi Perubahan bersama dua parpol lain yakni NasDem dan PKS. Karena posisi tawar Golkar masih cukup lemah dibanding poros yang sudah terbentuk saat ini.
“Sulit membaca Demokrat menarik diri dari Perubahan, apalagi jika karena bergabung dengan Golkar, poros dominan saat ini ada pada Prabowo, Anies dan Ganjar, Demokrat tentu bisa dipastikan tidak ke Ganjar, dan Anies miliki daya pertarungan cukup kuat, sehingga Demokrat dalam posisi yang baik dan benar di Koalisi Perubahan, jelas Dedi.
Sementara itu, untuk tiket Pilpres jika Demokrat dan Golkar membangun koalisi, Dedi melihat peluang itu ada. Namun ia melihat ada kalkulasi politik yang dipertimbangkan Demokrat yang tak ingin hanya menjadi peserta. Tapi lebih kepada point kemenangan yang ditentukan oleh dua faktor yakni elektabilitas dan tokoh.
“Demokrat-Golkar dari hitungan tiket Capres sudah cukup, tetapi bagi Demokrat Pilpres 2024 bukan sekedar menjadi peserta, harus ada daya ungkit Elektabilitas partai dan tokoh yang diusung, dan itu jauh lebih potensial jika usung Anies di banding usung kandidat sendiri di luar Prabowo, Anies dan Ganjar,” pungkasnya.(IVO)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)