Identitas politik, lanjut Guntur, merupakan kewajaran. Sebab, seorang politikus bisa menampilkan identitasnya. Misalnya, identitas sebagai orang yang beragama atau identitas kesukuannya.
RUANGPOLITIK.COM – Kemunculan Ganjar Pranowo, bacapres PDIP, dalam tayangan azan magrib di televisi swasta belakangan viral. Memunculkan polemik.
Bawaslu dan Komisi Penyiaran RI pun turun tangan. Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga merespons.
Menurut Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, pihaknya melakukan kajian sejak Sabtu, 9 September lalu.
Sesuai ketentuan, Bawaslu memiliki waktu 7 hari untuk mengkaji hingga menyimpulkan. Meski demikian, pihaknya berupaya menuntaskan satu hingga tiga hari ke depan. ’’Tunggu Senin, Selasa, atau Rabu, diusahakan,’’ ujarnya.
Sebelumnya, tayangan Ganjar itu menjadi polemik. Sejumlah pihak menilai siaran tersebut termasuk politik identitas.
Namun, Ketua Umum Ganjarian Spartan M. Guntur Romli menilai, hal itu tidak bisa disebut politik identitas. Visualisasi itu lebih ke ekspresi identitas keagamaan Ganjar sebagai muslim.
“Ada perbedaan yang jelas antara politik identitas dan identitas politik,’’ ucapnya.
Identitas politik, lanjut Guntur, merupakan kewajaran. Sebab, seorang politikus bisa menampilkan identitasnya. Misalnya, identitas sebagai orang yang beragama atau identitas kesukuannya.
’’Politisi yang muslim sah-sah saja untuk menunjukkan identitas keislaman dia,’’ imbuh mantan politikus PSI itu.
Guntur menyatakan, yang melanggar adalah upaya politisasi identitas yang berpotensi memecah belah. Politisi yang memanfaatkan agama untuk menyerang dan merendahkan politisi lain yang berbeda agama.
“Atau politisi yang menggunakan sukunya untuk menyerang lawan politiknya yang berbeda suku,’’ tuturnya.
Karena itu, tambah Guntur, selama kemunculan Ganjar di tayangan azan magrib tidak membawa identitas parpol tertentu dan tidak menyerang calon lain, maka tidak ada unsur pelanggaran. ’’Hal itu bisa dipahami sebagai kewajaran,’’ tegasnya.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)